Kontribusi Etnis Tionghoa untuk Sumpah Pemuda dan Lagu Indonesia Raya
InHua.Net – Sumpah Pemuda adalah tonggak sejarah dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Sejumlah tokoh peranakan Tionghoa terlibat dalam peristiwa Sumpah Pemuda dan penyebaran Lagu Indonesia Raya. Siapa dan apa saja peranan mereka?
Pertama, Sumpah Pemuda Diikrarkan di Rumah Milik Orang Tionghoa
Adalah Sie Kong Lian yang memfasilitasi rumahnya sebagai pusat gerakan pemuda sekaligus sebagai tempat Kongres Pemuda kedua dan Deklarasi Sumpah Pemuda, pada 28 Oktober 1928.
Di rumah Sie Kong Lian tersebut, para pemuda mengikrarkan satu tumpah darah, satu bangsa, dan menjunjung tinggi bahasa Indonesia. Sejak rumah tersebut dibeli kali pertama oleh Sie Kong Lian pada 1908, berbagai pelajar STOVIA dan aktivis pergerakan Indonesia tercatat pernah indekos di sana.

Nama-nama beken seperti Mohammad Yamin, A.K. Gani, Abu Hanifah, Amir Sjarifuddin, hingga Assaat pernah indekos di sana.
Sie Kong Lian memang bermimpi agar atmosfer rumahnya tersebut bisa menginspirasi anak-anaknya untuk menjadi dokter sekaligus aktivis. Hal yang berhasil diwujudkan anak-anaknya kelak.
Kedua, Indonesia Raya & Koran Tionghoa Sin Po
Kongres Pemuda II ditutup dengan lantunan syahdu lagu Indonesia yang dimainkan hanya dengan biola oleh Wage Rudolf Supratman, tanpa syair. Beberapa minggu berselang, tepatnya pada 10 November 1928, Koran Sin Po, yang dikelola orang Tionghoa, memplubikasikan lirik lagu tersebut lengkap dengan partiturnya untuk pertama kalinya.

Keputusan itu jelas mengejutkan banyak pihak, terutama dari kalangan bumiputra, yang menganggap lagu tersebut seharusnya diterbitkan lebih dulu di koran Indonesia. Namun, sang penggubah lagu, W.R. Supratman, sempat menawarkan lagu tersebut ke beberapa surat kabar Indonesia, namun harus berakhir dengan penolakan. Ketakutan terhadap ancaman delik pers menjadi alasan kuat di balik penolakan tersebut.
Supratman pun tidak patah semangat. Dirinya menawarkan lagu tersebut ke Sin Po, media tempatnya menjadi koresponden aktif. Setelah memainkan lagu itu di hadapan Ang Yan Goan selaku direktur Sin Po, mereka sepakat untuk memuat lagu tersebut di Sin Po edisi mingguan. Di dalam memoarnya, Ang Yan Goan mengaku terkesima dengan alunan nada biola Supratman. Ia juga kagum dengan Supratman sebagai seniman sekaligus nasionalis sejati. Spirit itu dianggap Ang Yan Goan sejalan dengan misi Sin Po, yang sejak awal kemunculannya pada 1 Oktober 1910 memang dikenal sebagai pendukung kemerdekaan Indonesia.
Dengan bantuan Sin Po, Supratman kemudian memperbanyak dan mendistribusikannya dalam bentuk selebaran. Hanya dalam waktu singkat, syair itu telah menyebar ke seluruh penjuru Batavia.
Ketiga, Indonesia Raya Direkam di Studio Milik Yo Kim Tjan
Setelahnya, Supratman berniat merekam dan memperbanyak lagu tersebut dalam bentuk piringan hitam. Setelah sempat ditolak dua studio lantaran takut berurusan dengan polisi Belanda, akhirnya Yo Kim Tjan, pemilik Roxi Cinema House dan Lido, bersedia memproduksi dan mendistribusikan rekaman lagu tersebut melalui Toko Populair.

Yo Kim Tjan jugalah yang menyarankan Supratman untuk memproduksi rekaman Indonesia Raya dalam dua versi. Versi pertama adalah versi asli yang dinyanyikan Supratman, sedangkan versi lainnya dibuat dalam format keroncong. Seluruh proses rekaman dilakukan secara sembunyi-sembunyi di rumah Yo di Gunung Sahari 37, Batavia.
Namun, rencana itu keburu terendus intelijen Belanda yang membuat polisi bergerak untuk menyita seluruh rekaman tersebut. Salah satu piringan hitam yang tersisa diselamatkan putri tertua Yo, Kartika Kertayasa atau Yo Hoey Gwat.
Keempat, Kwee Thiam Hong dan Teman-temannya
Kwee Thiam Hong alias Daud Budiman lahir pada tahun 1909 di Palembang. Saat mengikuti Kongres Sumpah Pemuda, usianya masih 19 tahun dan duduk di bangku Eerste Gouvernement MULO (Sekolah Menengah Negeri I) Batavia.

Dia pernah menjadi anggota Jong Sumatra, bersekolah di HCS (SD Tionghoa), MULO (Sekolah Menengah) dan ditambah dua tahun di Sekolah Dagang Tinggi (Hogere Handels School).
Kwee Thiam Hong tertarik dengan bisnis dagang, tapi ia juga aktif mengikuti pergerakan. Sehingga ia cukup dikenal di kalangan tokoh pemuda lain.
Masa remaja Kwee banyak terpengaruh pidato-pidato pemimpin Sarekat Islam HOS Tjokroaminoto dan muridnya, Sukarno yang di kemudian hari menjadi Presiden pertama RI. Akhirnya dia terdorong mengikuti rapat-rapat pemuda.
Pada saat Kongres Pemuda II berlangsung, Kwee juga mengajak teman-temannya yang juga peranakan Tionghoa. Mereka adalah Ong Kay Siang, John Liauw Tjoan Hok, dan Tjio Jin KwieKwie.
Ada lagi peranakan Tionghoa lain yang berperan saat Sumpah Pemuda. Dia tergabung dalam Jong Islamieten Bond. Namanya Djohan Mohammad Tjai. Ia ikut meneken rumusan Kongres Pemuda II kala itu.
Begitulah fakta sejarah mencatat keterlibatan langsung para kaum peranakan Tionghoa dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia. Semoga jasa-jasa para pendahulu bangsa Indonesia terpatri selamanya di sanubari semua anak bangsa.