Legenda Biksu ‘Sinting’ Jigong
InHua.Net – Biksu ‘Sinting’ Jigong adalah sosok mitologis berpengaruh dalam masyarakat Tionghoa. Tak jarang ditemukan tradisi pemujaan Buddha Hidup Jigong, gelar suci yang disandingkan kepadanya, dalam kepercayaan tradisional. Kini, Legenda Jigong dari Tian Tai telah dimasukkan dalam daftar warisan budaya tak benda nasional Tiongkok.
Mitologi Jigong dimulai setidaknya sejak 800 tahun lalu, dengan beberapa fase perkembangan yang menarik. Masa sebelum Dinasti Song boleh disebut sebagai fase embrionik. Kemudian legendanya berkembang pada Dinasti Song Selatan, dan mencapai puncaknya pada Dinasti Ming dan Qing.
Asal-Usul Legenda
Jigong sebenarnya adalah sosok nyata yang bisa ditelusuri riwayatnya. Catatan paling awal terkait dirinya dapat ditemukan dalam sejumlah literatur yang ditulis biksu terkemuka dari Dinasti Song Selatan, antara lain: Biksu Shi Jujian dan Shi Ru.
Nama asli Jigong adalah Li Xiuyuan (1130-1209), penduduk asli Desa Yongning, Kabupaten Tiantai, Provinsi Zhejiang. Ketika muda, ia bersekolah di Gua Ruixia, Gunung Chicheng, yang terletak di utara desanya. Sejak kecil, ia tumbuh di lingkungan yang kental pengaruh Buddhisme dan Taoisme.
Kemudian hari, ia masuk ke Kuil Guoqing untuk berguru pada Fakong Yiben. Selanjutnya, ia mengunjungi Guru Daoqing di Kuil Zhiyuan dan Guru Daojing di Kuil Guanyin. Terakhir, ia menetap di Kuil Lingyin di Hangzhou, dan berguru pada biksu terkemuka Xiatang Huiyuan. Ia mengikuti upasampada dengan nama visudhi “Daoji”.
Deskripsi tentang Jigong dalam Catatan
“Catatan Kuil Jingci” berbunyi: “Daoji, alias Huyin, putera dari Li Maochun asal Tiantai. Ibunya bermarga Wang. Ia bermimpi menelan sinar matahari dan melahirkan Li Xiuyuan pada hari kedelapan bulan kedua belas di tahun kedelapan belas Kaisar Shaoxing. Pada usia delapan belas tahun, Li Xiuyuan ditahbis oleh Xiatang Huiyuan dari Lingyin.
Karakternya sinting, doyan anggur dan daging, berkeliaran di tengah keramaian pasar, atau berkumpul dengan anak-anak dalam Gua Huiyuandong, berjungkir balik dan bermain-main. Para penghuni kuil mencibir kelakuannya, tetapi Gurunya Xiatang berkata: Buddhadharma tak terbatas, mengapa tidak bisa menampung seorang biksu sinting?’ Sejak itu ia disebut Ji Dian (Ji si Sinting).”
Ilustrasi tentang dirinya, yaitu bertopi lusuh, dengan kipas angin usang, sepatu dan jubah kumal, bagaikan pengemis dan berandal. Selama lebih dari 800 tahun, legenda Jigong telah menjadi bahan sastra dan seni yang menarik. Kisahnya banyak disadur menjadi karya opera, lukisan, kaligrafi, patung, film dan televisi.
Menurut penelitian, ada ratusan legenda Jigong yang beredar di masyarakat Tiantai. Alur utama legenda-legenda tersebut umumnya mengisahkan hidup Jigong yang penuh warna. Isinya mencakup berbagai aspek, seperti pengalaman Jigong, masa kecil, menolong kaum miskin dan tertindas, menaklukkan setan, dan topik lainnya. Beberapa kisahnya yang karya klasik, antara lain: “Puncak Terbang”, “Jual Daging Anjing” dan “Adu Jangkrik”.
Sejak tahun 1980-an, karena perubahan tatanan sosial masyarakat yang drastis di daerah asal, legenda Jigong hampir punah di tengah hingar-bingar kemodernan. Dua dekade belakangan, Pemerintah setempat berupaya keras untuk menyelamatkan warisan budaya yang bernilai luhur ini, sehingga legenda Jigong kembali tumbuh subur di tengah kehidupan masyarakat.
Pada tahun 1986, tayangan serial TV “Jigong” disambut baik oleh masyarakat umum, khususnya anak muda. Serial ini juga mendapatkan sambutan besar di luar negeri. Kini, Legenda Jigong dari Tian Tai telah dimasukkan dalam daftar warisan budaya tak benda nasional Tiongkok.
Disusun: Ependi Tan