Lima Tokoh Tionghoa dalam Sejarah Persiapan Kemerdekaan RI
InHua.Net – Dalam sejarah Indonesia, sejumlah tokoh masyarakat Tionghoa memiliki andil dalam berbagai bidang untuk mendukung terwujudnya cita-cita kemerdekaan bangsa.
Di antaranya yang paling menonjol adalah lima tokoh yang ikut berkontribusi dalam meletakkan rumusan dasar negara Indonesia. Mereka adalah Liem Koen Hian, Oey Tiang Tjoei, Oey Tjong Hauw, dan Tan Eng Hoa yang menjadi Anggota Badan Penyelidik Usah-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) bersama Bung Karno, Bung Hatta, dan tokoh lainnya.
Kemudian, ada Yap Tjwan Bing yang didepok sebagai anggota PPKI bersama 20 tokoh lainnya.
BPUPKI bertugas menyelidiki kesiapan Indonesia untuk menjadi negara-bangsa sendiri, lengkap dengan sistem pemerintahannya. Sebelum Jepang menyerah dalam perang dunia kedua, tugas BPUPKI selesai dan dilanjutkan oleh (PPKI).
Berikut, profil singkat kelima tokoh Tionghoa yang turut berperan dalam persiapan kemerdekaan Indonesia.
Liem Koen Hian
Liem Koen Hian merupakan tokoh wartawan dan pendiri Partai Tionghoa Indonesia (PTI) yang memiliki visi tentang kewarganegaraan Indonesia. Pria kelahiran 1897 ini sangat antikolonial, namun tetap menjunjung tinggi identitas etnis setiap golongan.
Dalam sidang BPUPKI, Liem menyerukan agar kaum Tionghoa yang lahir di Indonesia menjadi warga Indonesia. Liem menuntut persamaan hak dan kewajiban, yakni untuk membela tanah air.
Selain itu, Liem mengusulkan jaminan kemerdekaan pers dicantumkan dalam Rancangan UUD Indonesia.
Pascakemerdekaan, Liem duduk menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan salah satu anggota perunding dalam Konferensi Renville tahun 1948.
Dia pernah secara semena-mena dituduh sebagai mata-mata China pada masa pemerintahan kabinet Soekiman yang menyebabkannya ditahan pada 1951, tanpa bukti yang sahih.
Hal ini mengecewakannya dan membuat dia menanggalkan kewarganegaraan Indonesia. Setahun setelah lepas dari tahanan, Liem meninggal di Medan sebagai orang asing di negeri yang pernah turut dia perjuangkan.
Oey Tjong Hauw
Ia adalah putra dari konglomerat gula Oei Tiong Ham dan penerus usaha Kian-gwan Kongsi. Oei Tjong Hauw berhasil membawa Oei Tiong Ham Concern melewati masa-masa sulit, yaitu “malaise” atau Depresi Besar yang melanda dunia pada akhir dekade 1920-an sampai awal 1930-an, pendudukan Jepang (PD II) dan Perang Kemerdekaan.
Oey Tjong Hauw juga mendirikan Partai Chung Hwa Hui (CHH) sekaligus menjabat sebagai ketua partai kaum peranakan Tionghoa yang berdiri pada 1928.
Menjelang akhir riwayatnya, pengusaha sekaligus politisi Tionghoa ini masih terus berpikir untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui kebangkitan usahanya.
Oey Tiang Tjoei
Pria kelahiran Jakarta, 1893, ini merupakan pimpinan surat kabar Hong Po pro-Jepang yang muncul setahun sebelum kedatangan Jepang di Indonesia.
Oey Tiang Tjoei yang kemudian berganti nama menjadi Permana ini juga ketua Hua Ch’iao Chung-hui (HCCH). HCCH menjadi organisasi gabungan semua organisasi dagang Tionghoa kala itu.
Saat sidang BPUPKI, Oey Tiang Tjoei berargumen bahwa saat kemerdekaan nanti, semua masyarakat Tionghoa diperbolehkan memilih kewarganegaraan mana yang akan dipilihnya.
Pendapatnya ini menengahi pertentangan antara Liem Koen Hian dan Oey Tjong Hauw.
Tidak banyak catatan mengenai pengusaha dan pemimpin surat kabar berbahasa Tionghoa-Melayu ini.
Tan Eng Hoa
Tak banyak pula catatan tentang pria kelahiran Semarang tahun 1907 ini. Dia bersekolah di HBS pada 1925, kemudian menjadi sarjana hukum pada 1932.
Pada usia 38 tahun, dia dipercaya ikut serta sebagai anggota BPUPKI.
Tan merupakan orang yang mengusulkan hukum untuk menetapkan kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan sebagainya, menjadi pasal tersediri dalam undang-undang.
Dari usulan itulah kemudian lahir Pasal 28 UUD 1945 tentang kebebasan berserikat.
Tan juga merupakan pendukung ide republik sebagai bentuk negara Indonesia.
Yap Tjwan Bing
Terakhir, Yap Tjwan Bing yang merupakan anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Pemuda asal Solo kelahiran 31 Oktober 1910 ini meraih gelar sarjana farmasi dari salah satu universitas di Amsterdam pada 1939.
Dia pulang ke Indonesia, kemudian mendirikan apotek di Bandung.
Yap Tjwan Bing bergabung dengan Partai Nasional Indonesia (PNI) bersama Sukarno dan Hatta. Ia kemudian turut hadir dalam pengesahan UUD 1945 dan pemilihan presiden dan wakil presiden pada 18 Agustus 1945.
Pascakemerdekaan, Yap Tjwan Bing menjadi anggota KNIP sekaligus anggota DPR-RIS.
Bagi masyarakat Solo, Tjwan Bing adalah salah satu tokoh panutan hingga diabadikan menjadi nama jalan di salah satu kampung Jagalan.
Berbeda dengan para tokoh BPUPKI dan PPKI yang mendapatkan beragam penghargaan resmi dari pemerintah Indonesia, kelima tokoh Tionghoa tersebut belum mendapatkan penghargaan yang signifikan, sesuai dengan jasa yang pernah mereka torehkan untuk bangsa Indonesia.
Bahkan oleh rezim Orde Baru, peranan para tokoh etnis Tionghoa ini hampir dihapus secara sistematis dari ingatan kolektif sejarah bangsa yang besar ini.