Jejak Tokoh Tionghoa dalam Penyebaran Islam di Pulau Jawa
InHua.Net – Peran para tokoh Tionghoa rupanya tidak dapat diabaikan dalam penyebaran agama Islam di Nusantara, khususnya pulau Jawa. Mengutip buku “Tionghoa dalam Pusara Politik” tulisan Benny G Setiono pada 2003 lalu, yang menyatakan jejak orang Tionghoa dalam penyebaran Islam terungkap pada 1928 saat berbagai tulisan Tionghoa pada kelenteng Sam Po Kong dirampas Residen Poortman.
Residen Poortman pada masa tersebut merampas 3 gerobak berbagai catatan berbahasa Tionghoa. Catatan tersebut mengungkapkan peran orang atau tokoh Tionghoa dalam penyebaran agama Islam dan membentuk berbagai kerajaan Islam di tanah Jawa.
Jejak Tokoh Tionghoa Dalam Penyebaran Islam di Tanah Jawa
Salah satu kerajaan tersebut adalah Kerajaan Islam Demak dengan rajanya Raden Patah alisa Jin Bun yang kelak kerajaan tersebut menjadi cikal bakal Kerajaan Mataram. Dalam buku tersebut juga menuliskan bahwa beberapa Walisongo memiliki darah Tionghoa.
Beberapa diantaranya yaitu Sunan Ngampel yang mempunyai nama asli Bong Swi Hoo alias Raden Rachmat. Nama Tionghoa tersebut berasal dari Yunnan yang merupakan cucu dari pengusa tinggi di Campa, Bong Tak Keng.
Beliau datang ke tanah Jawa di tahun 1447 tanpa istri dan kemudian menikah dengan Ni Gede Manila. Ni Gede sendiri merupakan anak dari seorang kapten Tionghoa yang berkedudukan di Tuban yaitu Gan Eng Cu.
Setelah menikah, keduanya dikaruniai seorang anak yaitu Bong Ang yang kelah dikenal sebagai Sunan Bonang. Sunan Ngampel dan Bonang sendiri juga memiliki keterkaitan dengan Jin Bun. Kepada Gan Si Cang yang seorang kapten Tionghoa memohon kepada Kin San selaku Bupati Semarang untuk dapat ikut menyelesaikan pembangunan Masjid Agung Demak.
Setelah mendapatkan persetujuan, Gan Si Cang akhirnya dapat merampungkan pembangunan Masjid Agung Demak. Pembangunan ini dibantu oleh para tukang kayu galangan kapal di Semarang yang ia pimpin. Gan Si Cang nantinya lebih dikenal sebagai Sunan Kali Jaga atau Raden Said anak dari Gan Eng Cu alias Arya Teja mertua dari Sunan Ngampel.
Jejak Tokoh Tionghoa juga tercatat pula di Kesultanan Cirebon. Kerajaan yang didirikan pada 1552 oleh Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayat Fatahillah juga dibantu oleh seorang Tionghoa Islam Haji Tan Aeng Hoat alias Maulana Ifdil Hanafi.
Jejak Tokoh Tionghoa di Masjid Agung Demak
Jejak Tionghoa dalam penyebaran Islam di Pulau Jawa juga dapat dilihat dari arsitektur berbagai masjid kuno peninggalan para Walisongo di pantai utara Jawa. Masjid Agung Demak dan Makan Sunan Gunung Jati di Cirebon pada tembok masjidnya tertempel banyak piring porselin Tiongkok dari Dinasti Ming, selain itu terdapat pula berbagai guci antik.
Kita juga dapat melihat ornamen kura-kura pada masjid Agung Demak yang melambangkan tahun berdirinya masjid tersebut. Ornamen tersebut merupakan bukti adanya peran kebudayaan Tionghoa, sebut Benny. Kura-kura sendiri merupakan binatang yang banyak terdapat pada mitologi Tionghoa, binatang ini tidak umum ada dalam kebudayaan Islam maupun Hindu dan Buddha.
Kentalnya peran tokoh Tionghoa juga dapat dilihat dari tiang soko guru dalam pembangunan Masjid Agung Demak. Tiang tersebut dibuat dari potongan kayu yang disusun dengan akurat menggunakan teknologi pembuatan Jung, kapal niaga Tiongkok dari Dinasti Ming.
Kita tahu bahwa arsitektur Hindu atau Buddha sendiri lebih menggunakan teknologi batu yang disusun seperti halnya berbagai candi di tanah Jawa. Berdasarkan Babad Tanah Jawi sendiri, masjid ini dibangun oleh Sunan Kali Jaga bersama walisongo lainnya dengan memakai kesaktiannya. Sehingga konon masjid terkenal ini diselesaikan dalam waktu satu malam.
Penyusun: Fira Andani