Oei Hok San, Pejuang Kemerdekaan yang Terlupakan
InHua.Net – Oei Hok San adalah veteran pejuang kemerdekaan 1945. Dia tercatat sebagai mantan tentara pelajar di Kediri, Jawa Timur. Pada tahun 2013, ketika menerima wawancara dari wartawan, Oei Hok San tinggal di sebuah gubuk yang disewanya di belakang garasi bus Lestari di Kelurahan Kedung Waru, Jalan Pahlawan Nomor 17 Kota Tulung Agung.
Dia menceritakan dengan lirih, betapa tragisnya ketika 350-an pejuang yang ditembak mati Belanda di dua buah toko dan sebuah gudang di Tulung Agung. Sebanyak 300 pejuang suku Jawa dan 50 pejuang suku Tionghoa ditembak mati ketika itu.
Dia pun masih lancar bercerita tentang ayahnya, Oei Djing Swan, yang pernah memerintahkan seorang pejuang bernama Tan Bun Yin membalas dendam kepada seorang mayor Kerajaan Hindia Belanda (KNIL). Mayor itu telah menembak mati dokter Tan Ping Djiang, republiken yang menentang Belanda saat Clash II pada 1949.
Sesudah pengakuan kedaulatan, Oei Hok San bergabung dengan Batalyon 507-Sikatan. Dia ikut operasi penumpasan RMS di Ambon, pemberantasan DI-TII di Makassar dan Jawa Barat hingga Operasi Mandala-Trikora merebut Irian Barat.
Sayang, situasi politik pasca G-30S membuat banyak perwira dan prajurit TNI menjadi korban. Tidak terkecuali banyak prajurit Tionghoa yang dikambing-hitamkan. Pada tahun 1968, Oei Hok San pun meninggalkan kesatuan dan berusaha menyembunyikan identitasnya pernah mengabdi sebagai seorang sersan infanteri di salah satu batalyon kebanggan Kodam Brawijaya itu.
Oei Hok San yang kehidupannya sangat memprihatinkan justru tidak mengharapkan tunjangan dan hak-haknya sebagai veteran 45 diberikan negara. Demi bertahan hidup, ia saat itu menggelandang di kelenteng-kelenteng Tulungagung.
“Saya cuma berpesan agar ada monumen dibangun untuk menuliskan nama-nama teman-teman pejuang. Kasihan mereka dilupakan begitu saja,” begitu pintanya.
Terima kasih Sersan Infanteri Oei Hok San atas pengabdianmu yang tanpa pamrih demi bangsa dan negara.