John Lie Pahlawan Nasional Indonesia
InHua.Net – Indonesia memiliki perwira TNI keturunan Tionghoa yang dijuluki “Hantu Selat Malaka”. Dia ahli dalam penyelundupan senjata di laut untuk kepentingan perjuangan kemerdekaan RI. Namanya Jahja Daniel Dharma yang dikenal dengan nama John Lie atau Lie Tjeng Tjoan.
Ia lahir pada 9 Maret 1911 di Manado, dari pasangan suami isteri Lie Kae Tae dan Oei Tjeng Nie Nio.
Perjalanan John Lie dimulai ketika ia dan teman-teman pelautnya asal Indonesia, yang bekerja di perusahaan pelayaran Belanda, pulang ke Tanah Air setelah kekalahan Jepang pada tahun 1945.
Selama perjalanan pulang ke Indonesia, John Lie singgah ke Singapura selama 10 hari. Tujuannya, untuk mempelajari sistem pembersihan ranjau laut dari Royal Navy Inggris dan taktik perang laut di Pelabuhan Singapura.
John sengaja mempelajari taktik perang laut demi memuluskan rencananya bergabung ke laskar perjuangan. Kendati demikian, setiba di Indonesia, John tidak langsung bergabung ke laskar perjuangan. Ia memilih mengumpulkan uang di Yogyakarta.
Pada Mei 1946, John Lie menemui pimpinan Laskar Kebaktian Rakyat Indonesia (KRIS) Hans Pandelaki dan Mohede di Jalan Cilacap, Menteng, Jakarta, dan mulai bergabung dengan Laskar tsb pada Mei 1946.
John Lie pun diangkat sebagai Kelasi III dan diberi mandat pada 29 Agustus 1946, untuk pergi ke Pelabuhan Cilacap, bergabung bersama ALRI di sana. Berangkatlah John Lie ke Cilacap dengan menumpang gerbong pos di kereta api uap dari Yogyakarta.
Pada September 1947, Kepala Urusan Pertahanan di Luar Negeri membeli sejumlah kapal cepat. Pemerintah kemudian menyaring personalia yang layak untuk mengawaki satuan kapal cepat yang digunakan untuk memasok kebutuhan perlengkapan perjuangan Indonesia.
John Lie ditunjuk untuk memimpin kapal cepat bernama “The Outlaw” dan melakukan operasi rute Singapura-Labuan Bilik dan Port Swettenham di Malaysia (yang skrg dikenal sebagai Port Klang)
Saat itulah cerita legendaris John Lie lolos dari blokade Belanda untuk menyelundupkan senjata terjadi.
Banyak kisah yang menegangkan selama operasi yang dijalankan John Lie bersama kru The Outlaw. Tetapi berkat kelihaian John Lie, mereka selalu lolos dari kepungan musuh.
Pada 30 September 1949, John dipindahkan ke Bangkok. Ia ditugaskan di Pos Hubungan Luar Negeri. Tugasnya di darat sama saja, yaitu mendapatkan pasokan senjata yang lebih banyak untuk para pejuang di Tanah Air.
John Lie kemudian melanjutkan tugasnya di TNI AL dalam sejumlah misi penting. Mulai dari penumpasan DI/TII Kartosuwiryo, penumpasan RMS hingga PRRI-Permesta.
Pangkat terakhir John Lie adalah Laksamana Muda, tercatat sebagai pangkat tertinggi bagi pejuang keturunan Tionghoa di Indonesia sampai saat ini.
Pada 27 Agustus 1988 John Lie berpulang ke pangkuan Tuhan. Anak asuh, pengemis, anak jalanan dan gelandangan memenuhi kediamannya di Menteng, Jakarta Pusat. Tokoh Tionghoa yang selama ini menyantuni mereka telah pergi untuk selama-lamanya.
Pemerintah Indonesia, pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yaitu tepat pada tanggal 9 November 2009 menganugerahkan Gelar Pahlawan Nasional dan Bintang Mahaputera Adipradana kepada mendiang John Lie, yang diterima oleh istrinya, Margareth Angkuw.
Selain itu, untuk mengenang jasanya untuk perkembangan TNI Angkatan Laut, nama John Lie juga diabadikan pada salah satu kapal perang yang dimiliki oleh Indonesia, yaitu KRI John Lie dengan nomor lambung 358. KRI John Lie mulai menjadi bagian dari Angkatan Laut TNI sejak tahun 2014, bersama KRI Bung Tomo-357 dan KRI Usman Harun-359.