Thursday, July 25, 2024
Budaya

Payung yang Menakjubkan

InHua.Net – Dari sekian banyak penemuan zaman kuno, payung (伞 san) adalah salah satu dari sedikit yang mempertahankan bentuk, fungsi dan keindahannya. Dikenal oleh banyak peradaban kuno, payung telah menimbulkan  beragam konotasi mitologis, agama, dan sosial. Yang menarik, kerajinan pembuatan payung teknik kuno di Tiongkok masih bertahan hingga abad teknologi informasi ini.

Kota Beijing melestarikan sejumlah toko yang menjual payung yang dibuat tangan secara unik. Di distrik bisnis Dashilanr (大栅栏) yang bersejarah, Toko Qinfenghanyue (秦风汉月油纸伞), gerai payung yang dikelola Chang Tao, adalah salah satu tempat di mana kerajinan tangan tersebut masih menjadi gaya hidup.

Chang telah menyempurnakan teknik dan estetikanya melalui upaya bertahun-tahun. Sebagai pegiat budaya tradisional, Chang adalah pelukis, penyair, dan pembuat payung. Ia lahir pada 1978 di Daerah Otonomi Etnis Zhuang di Provinsi Guangxi.

Di awal karirnya sebagai pelukis, dia diminta untuk menyumbangkan ilmunya untuk sebuah gerai teh. Chang memutuskan untuk mempersembahkan payung tradisional buatan tangan yang dia ingat sejak masa kecil di kampung halamannya.

Namun, dia menyadari tidak bisa menandingi artistik atau mutu payung yang dibuat kakeknya. Kemudian dia mendirikan studio kecil di Guangxi yang menggabungkan teknik modern dengan kecintaannya pada seni pembuatan payung. 

Dewasa ini, seniman di Guangxi dan Beijing bekerja di bawah bimbingannya, menyelesaikan selangkah demi selangkah dari 86 tahapan pembuatan satu payung, suatu proses yang terkadang memakan waktu 20 hari.

Bambu dipanen dari alam liar di Guangxi untuk diproses setahun kemudian. Bambu yang akan digunakan dalam pembuatan payung direndam dalam air, dikukus, dijemur, dipoles, dan diukir.

Tahapan yang paling rumit adalah pembuatan kerangka payung, yang harus diregangkan, dirakit, direkatkan, dan dikeringkan. 

Selain itu, kertas yang digunakan terbuat dari kapas tipis, di mana sangat rapuh selama proses kerja. Kertasnya direndam dengan minyak tung (桐油 tóngyóu) selama sembilan hari, agar mengeras dan tahan air. Langkah terakhir adalah menambahkan kaligrafi atau lukisan untuk memberikan nuansa tradisional dan identitas artistik pada payung tersebut.

Payung Pertama

Menurut legenda, payung pertama diciptakan selama Periode Semi-Gugur (770-476 SM). Istri tukang kayu tersohor Lu Ban (鲁班) membuat payung pertama untuk melindunginya dari matahari saat ia bekerja. Payungnya dirakit dari bambu yang dibelah dan ditutupi dengan bulu hewan.

Minyak Zaman Kuno

Kemudian, minyak yang digunakan sudah eksis sejak jaman dahulu, diperoleh dengan menekan biji pohon minyak tung (油桐树 yóu tóng shù).

Karena hasil pengeringannya yang memuaskan, minyak ini telah digunakan sejak zaman kuno untuk perahu dan payung tahan air. Konon, Marcopolo membawa pulang sampel minyak ini setelah kunjungan pertamanya ke Tiongkok.

Payung Pengantin

Selain untuk melindungi dari hujan dan panas terik, payung digunakan dalam beberapa upacara pernikahan tradisional Tiongkok. 

Ketika pengantin wanita tiba di rumah barunya, dia sering ditemani seorang wanita yang membawa payung merah, sebagai simbol perlindungan dari roh jahat dan rintangan yang akan dihadapi pasangan baru.

Simbol Status Sosial

Di Tiongkok, payung juga digunakan selama upacara penting sebagai simbol keanggunan, prestise dan kekuasaan. Pejabat tinggi dikawal dengan payung yang dibuat dengan kain kuning halus yang sangat kompleks, sebagai simbol keningratan.

Pejabat berpangkat lebih rendah biasanya menggunakan payung biru atau merah.

Sumber: The World of Chinese

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *